Menurut Kantor Berita ABNA, Hadhrat
Ayatullah al Uzhma Nashir Makarim Shrazi dalam majelis pengajian tafsir
al-Qur'an yang diasuhnya ahad (14/7) di Shabestan Haram Muthahar Hadhrat
Fatimah Ma'sumah (sa) menjelaskan tafsir ayat 28 dan 29 surah al Ahzab.
Beliau mengawali ceramahnya dengan
melantunkan ayat suci Al-Qur'an tersebut:
«یا أَیهَا النَّبِی
قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَیاةَ الدُّنْیا وَزِینَتَهَا
فَتَعَالَینَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِیلًا * وَإِنْ
كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ
أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِیمًا»
Artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu:
"Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka
marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang
baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya
serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi
siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. " [Qs. Al Ahzab: 28-29].
Berkenan dengan asbabun nuzul (penyebab
turunnya) ayat tersebut, Ayatullah Makarim Shirazi mengatakan, "Setelah
terjadi perang dengan suku Bani Quraidha, kaum muslimin berhasil mengumpulkan
ghanimah (harta rampasan perang) dalam jumlah yang sangat banyak, yang kemudian
dibagi oleh Rasulullah Saw. Sebagian dari istri Nabi bergembira ketika mendapat
kabar mengenai kemenangan yang gilang gemilang tersebut dan telah membayangkan
Nabi akan membawakan harta yang banyak untuk mereka. Mereka pun tidak sabar
untuk segera menemui Rasulullah dan dari mereka berharap bisa memperoleh
perhiasan emas, pakaian sutera ataupun mengharap ada budak untuk mereka. Namun
mereka kecewa karena tidak memperoleh seperti yang mereka harapkan."
Ulama besar Hauzah Ilmiyah Qom tersebut
menambahkan, "Rasulullah Saw kemudian khawatir dengan kondisi tersebut dan
memutuskan interaksi dengan istri-istri beliau selama satu bulan sambil
menunggu turunnya perintah dari Allah SWT. Kemudian turunlah ayat, " Jika
kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan)
di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat
baik diantaramu pahala yang besar." Dua ayat tersebut mengandung beberapa
pesan yang sangat berharga. Diantaranya, perintah tersebut tidak hanya
dikhususkan berkenaan dengan istri-istri Nabi namun berkaitan dengan semua
orang, bahwa dalam kehidupan ini kita akan selalu diperhadapkan dengan pilihan
kenikmatan dan kemegahan duniawi yang bersifat sementara atau kebahagiaan yang
abadi di sisi Allah.
Kehidupan dan kebahagiaan di dunia ini
tidak bersifat kekal dengan tiga alasan, pertama mengumpulkan kekayaan duniawi
dengan cara yang halal adalah perbuatan yang tidak mudah, banyak kesulitan yang
harus dihadapi termasuk kemungkinan untuk melakukan pelanggaran syar'i,
kemudian ketidak amanahan dalam menjaga atau mempergunakannya di jalan Allah.
Kedua, kesibukan duniawi yang sangat banyak cenderung melalaikan kita dari
mengingat Allah yang menyebabkan hilangnya keberkahan dari apa yang kita
lakukan dan kita peroleh dan ketiga, adanya orang-orang yang bernasib malang yang sakit hati
atas kemewahan yang dipertontonkan orang-orang kaya. Sebagaimana kisah Qarun
yang diceritakan Al-Qur'an pada ayat-ayat terakhir surah al Qashash.
Meskipun demikian, bukan berarti seorang
mukmin sepenuhnya meninggalkan aktivitas untuk memperoleh kebahagiaan duniawi.
Sebagaimana sabda Nabi Saw, dunia bagi seorang mukimin adalah wasilah atau
kendaraan untuk memperoleh kebahagiaan dan menjadi bekal yang akan
menyelamatkannnya di akhirat. Yang tercela, adalah kecintaan kepada dunia yang
melalaikannnya dari kecintaan kepada Allah SWT. Dari penjelasan Imam Ali as
penyembah dunia memiliki beberapa akibat yang jelek, salah satu diantaranya
merusak akal. Banyak dari pecinta dunia untuk mengejar apa yang mereka
kehendaki dari kemegahan dunia mereka dengan menempuh berbagai cara, meskipun
diantara cara itu ada yang menghina akal sehat. Kedua, pecinta dunia akan benci
dengan nasehat-nasehat dan kata hikmah mengenai tidak kekalnya dunia dan adanya
akhirat tempat manusia mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di dunia.
Setiap pecinta dunia dinasehati mengenai kematian, maka mereka akan menolak dan
mengatakan, "Jangan katakan kata-kata itu!". Yang sampai pada
tingkatan yang paling ekstrim mereka menolak meyakini kehidupan akhirat dan
Tuhan. Mereka yang seperti ini bukan hanya menderita di akhirat kelak namun
juga di dunia.
Kebanyakan masalah
sosial yang timbul hari ini karena adanya kecintaan kepada dunia. Perempuan
lebih cenderung pada laki-laki yang kaya dan memiliki dunia, ataupun
sebaliknya. Mereka mempersulit pernikahan karena adanya persyaratan yang berat
berkenaan dengan mahar pernikahan ataupun mewah dan semaraknya pesta pernikahan
yang akan dilangsungkan. Kaum muslimin hari ini, harus banyak bercermin dengan
model pernikahan dan rumah tangga yang dijalani Imam Ali as dan Sayyidah
Fatimah as. Rumah tangga yang kedua maksumin ini bina adalah rumah tangga yang
mendambakan keridhaan Ilahi. Pesan terpenting yang terkandung dari kedua ayat
tersebut adalah, bahwa kita berada di dua persimpangan jalan. Apakah kita akan
memilih jalan yang diujungnya ada Allah, Nabi dan pertolongan di akhirat atau
lebih cenderung memilih kemegahan dan gemerlapnya dunia meskipun itu menentang
batasan-batasan yang ada. Kedua hal tersebut tidak akan bersatu."Sumber: http://www.arrahmah.com/
0 komentar:
Posting Komentar